Saturday 29 April 2017

Sekolah (Baca: Bertahan) di Jerman itu Susah!!!

Beberapa hari lalu sempet telpon-telponan sama si sulung a.k.a kakak perempuan aku hahaha. Dia nanya pertanyaan yang paling nggak mau aku dengar "Mama nanya kapan kamu lulus kuliah?". Beugghhh...udah pengen jejeritan ngejelasin ini dan itu, ngeles pake jurus A to Z tapi nggak akan pernah bisa mempan, karena yang dilawan ini mama. Mama itu kalau di game Big Boss nya lah, yang susah banget buat dikalahinnya walau semua jari kita udah dipake semuanya buat mencet joystick, tapi tetep aja darah berkurang darah kita, bukan darah si Boss. Yup, itu tuh fenomenanya kalau debat sama mama 😢

Si sulung malah nambah ricuh suasana, bukannya menenangkan eh dia malah bilang "Iya, kuliah aku juga udah mau kelar nih, Agustus wisuda euy. Lah kamu kapan?". Like mother, like daughter. Lah aku ini siapa ya, kok ga sama? Jangan-jangan... ah sudah hempaskanlah ke tanah, biar mereka ngomong apa juga, tapi buat yang pernah tinggal disini apa pun itu tujuannya mau itu Aupair, kuliah Bachelor, Master, Doktor, bahkan buat yang dateng kesini demi nyambung hidup atau nyambung jodoh juga semua pasti pernah ngerasain kalau hidup disini itu berat euy.

Bayangkan aja, aku yang baru belajar bahasa Jerman bener-bener semenjak datang ke Jerman, dituntut untuk memiliki kemampuan belajar yang sama dengan mahasiswa yang emang dia lahir dan seumur hidupnya sekolah disini. Baik itu dari segi keaktivan di kelas maupun dari segi berbahasa dalam diskusi di kelas. Aku yang cuma fasih ngomongin kalimat "ich möchte essen" sih kebanyakan diem aja selama diskusi, dengerin mahasiswa lain ngomong sambil diserap, kalimat apa aja yang mereka omongin dan barangkali ada kosakata baru yang bisa nambah perbendaharaan kata juga itu udah lumayan, biar bisa baca koran gosip dalam bahasa Jerman 😁

Giliran dapat tugas untuk bikin karya tulis, sistem penulisannya juga beda, tata cara penyampaian argumennya juga beda apalagi lama waktu pengerjaannya. Beruntung kalian yang nulis skripsi selama satu semester, dalam bahasa Indonesia plus dikasih dosen yang bawel ngejar-ngejar kalian buat bimbingan, disini semua itu ga ada. Mahasiswa yang datang ke dosen, itu juga ga bisa kita nungguin tiap hari di kampus dan neror doses buat revisi tugas, ga bisa. Dosen disini ada jadwalnya kalau mau ketemu, diluar jadwal itu kita ga bisa bimbingan sama beliau. Kalau bimbingan juga, dosen ga akan ngoreksi kesalahan penulisan, kelupaan tanda baca, hal-hal remeh temeh kayak begitu dosen disini ga periksa dan lagi tugas karya tulis sejenis skripsi itu harus diselesaikan dalam kurun waktu empat minggu. "Yaelah, empat minggu sih lama", ya kali kalau setiap hari kerjanya ngerjain tugas. Kan kasian buat mereka yang nggak dibiayain sama orang tuanya dan harus kerja banyak, waktu belajarnya berkurang, belum kalau cape, belum kalau males menyerang.

Banyak juga yang bilang kalau musim ujian itu mahasiswa jadi anti sosial, iya itu bener, soalnya gauuulll melulu sama buku, ngerem terus di perpustakaan. Susahnya yang kalian hadapi di Indonesia itu tidak sama dengan susah yang dihadapi mahasiswa di Jerman. Adek ipar aku yang suami bilang dia rajin banget belajarnya, giliran sekarang kuliah di luar Indonesia (dia kuliah di Manchester) juga bilang "Ampun, bener-bener bikin stress ya, pas dulu kuliah juga ga pernah stress kayak begini", itu jadi bukti bahwa kuliah di luar Indonesia itu pressurenya tinggi banget, baik dari segi berbahasa maupun kita yang dituntut untuk mengubah kebiasaan belajar yang dibawa dari masa-masa belajar di Indonesia.

Aku nulis begini supaya kalian yang mau kuliah disini mempersiapkan mental kalian dengan matang. Sistem pendidikan Indonesia itu mematikan kita, kalau kalian mau tahu, kayak gini contohnya:
  1. Kebiasaan-kebiasaan untuk nggak nanya ke guru atau dosen, karena dosen banyak yang tersinggung kalau mahasiswanya nanya dan lama-lama bikin mahasiswa takut buat nanya, disini bisa buat kamu nggak dapat nilai selama kuliah kalau syarat penilaiannya aktiv di kelas. Pasti aja tiap mau ngomong atau nanya selalu ngerasa takut.
  2. Setiap kali persentasi ke depan kelas suka diketawain cuma karena salah atau nggak bisa jawab pertanyaan, yang ujung-ujungnya bikin malu dan ga percaya diri buat tampil lagi. Hal itu bisa bikin kita ga dapat nilai, karena disini mahasiswa dituntut untuk bisa menjelaskan materi apa yang dibacanya. Kalau salah jawab atau nggak bisa jawab gimana? Kalem, orang Jerman ga akan pernah menertawakan kamu kalau kamu nggak bisa jawab atau salah jawab, justru mereka bakal bantu jawab kalau emang mereka tahu jawabannya.
  3. Berlagak tahu padahal nggak tahu. Ini nih yang paling sering, sotoy sotoyan, karena malu kalau nyebut nggak bisa. Di Jerman orang nggak tahu itu wajar, karena apa? Karena namanya juga manusia. Dosen kalau nggak tahu juga mereka akan jawab mereka nggak tahu dan nggak segan-segan nanya mahasiswanya barangkali ada diantara mahasiswa yang tahu lebih baik daripada dosennya.
Itu lah contoh-contoh kebiasaan yang harus dicoba dihilangkan, karena kalau tetep begitu nggak akan maju-maju kayaknya.

Buat yang dapet bantuan dana dari orang tua, selamat kalian bisa belajar dengan fokus, tapi nggak jarang ada juga yang ngerasa terbebani karena biaya dari orang tua makanya harus cepet-cepet lulusnya, padahal disini kita juga kan harus refreshing. Sedangkan yang kuliah dengan biaya sendiri, sering juga kuliah keteteran karena lebih sibuk mikirin Rechnung takut nggak kebayar. Siapapun pasti pernah ngerasa belajar disini itu berat, jadi tetep semangat dan hentikan nanya "Kapan sih lo kelar kuliahnya? Kok nggak kelar-kelar?". Always put yourself in the other's shoes. If you feel that it hurts you, it probably hurts another person too :)

No comments:

Post a Comment

Kerja Sambilan di Jerman (Part II): Kerja (Sebagian Gelap) di Sembilan Tempat yang Berbeda

Bulan-bulan pertama setelah aku keluar dari rumah Gastfamilie  merupakan bulan-bulan yang sulit banget buat aku. Gak hanya dari segi keuanga...