Monday 6 February 2017

Ternyata aku (belum) hamil :(

Yaaaiiiiyyyyy, full satu minggu ga pergi ke kampus, ga satu minggu juga sih sebenernya orang kuliahnya cuma dari Senin sampai Kamis, cuma ga enaknya bolos kuliah kali ini karena emang ga begitu enak badan. Dari hari Sabtu minggu kemaren sampe hari ini bawaannya setiap hari itu mual-mual, rasanya kepengen muntah dan badan kerasanya itu lemes banget padahal kondisi badan ok ok aja rasanya. Bentar-bentar diem, gerak dikit ngos-ngosan, terus ketiduran, kerjaan rumah bener-bener ga selesai, sampai-sampai suami ikutan turun tangan, tumpukan piring kotor di wastafel tahu-tahu udah kesusun rapi di rak piring, karpet di ruang tengah udah balik ke tempat semula alias kembali digelar di atas lantai setelah seminggu lebih nangkring di pojokan ruangan, digulung, karena takut kena kotor tukang yang dateng; 'mayat-mayat' serangga kecil yang berjatuhan di deket jendela juga udah ilang, makasih banyak suami :*

Suami udah keukeuh aja ngajakin periksa ke dokter, cuma kalau periksa ke dokter nanti aku ditanya sama dokter gimana hasilnya tes lab dari Urologe dan Gynäkolog, aku kan sampai hari ini masih juga belum pergi kesana karena males dan waktunya ga pas terus, mana disini jarang banget ada dokter yang langsung nerima pasien untuk konsultasi, apa-apa harus bikin appointment dulu, ga praktis banget ya :(

Ga tau dapet ide darimana tiba-tiba suami bilang "Yang, jangan-jangan kamu hamil ya?". WHAT???? HAMIIILLLLL???? Masa sih hamil? Dengan sigap, suami langsung meraih handphonenya yang saat itu diletakkan di atas bantal. Dia langsung memasukan kata kunci "ciri-ciri kehamilan" di search engine dan suamiku pun dengan serius mulai membaca artikel tersebut satu demi satu. "Iya Yang, kayaknya kamu hamil, semua ciri-cirinya disini persis sama kayak keluhan kamu". Antara bingung dan senang, semuanya campur aduk, "Kok bisa aku hamil?" karena kemungkinan bagiku untuk hamil saat ini itu 0,01 %. Ya, 0,01 % karena aku sudah mulai minum Babypille atau pil KB yang diresepkan oleh dokter dari seminggu sebelum kami menikah dan aku selalu meminum pil tersebut setiap hari tanpa terlewat, ya walaupun aku minum di jam yang berbeda tapi kemungkinan untuk hamil tetap kecil. Untuk menjawab rasa penasaran kami akhirnya diputuskan untuk membeli test pack lewat internet, soalnya kalau beli di toko harganya mahal untuk ukuran kantong kami, 8 € untuk satu strip dan hanya bisa dipakai untuk satu kali tes, lebih baik kami pakai uangnya untuk beli daging steak, itu juga harganya cuma 6 €.

Besoknya pesananku datang dan aku langsung tes urine dan seperti dugaanku, hasilnya ternyata memang negative. Antara senang dan sedih perasaanku saat itu, senang karena aku ga hamil yang artinya aku masih bisa tetap kuliah dan kerja selama satu tahun kedepan, tapi disisi lain aku juga ngerasa sedih karena aku jadi ga tahu apa sebenernya aku bisa hamil atau nggak. Tahun 2010 aku divonis oleh salah satu dokter di Bandung kalau aku mengidap suatu penyakit bernama endometriosis yang katanya penyakit ini tuh salah satu penyebab perempuan di dunia kesulitan untuk memiliki keturunan. Para perempuan tersebut baru mengetahui mereka mengidap endometriosis setelah mereka berkali-kali berusaha untuk punya anak tapi selalu tidak berhasil. Syukurlah Tuhan maha baik, aku diberi tahu kalau aku mengidap penyakit ini jauh sebelum aku merencanakan untuk mempunyai anak, bahkan saat itu untuk menikah saja aku belum kepikiran. Syukurlah aku dipertemukan dengan suami yang sangat supportive dan menerima aku apa adanya, suami dan keluarganya sudah tahu dari awal kalau aku mengidap penyakit tersebut. Suami selalu bilang "Aku seneng kita punya anak, tapi kalau ga juga gapapa, kita bisa terus pacaran kayak sekarang. Kalau kamu kesepian, nanti kita ajak orang tua kita untuk tinggal disini", selalu terharu setiap kali denger suami ngucapin kalimat-kalimat seperti ini, alhamdulillah banget Allah SWT ngirim dia dan bukan yang lain untuk jadi suami aku. Bismillah, semoga kami selalu diberi yang terbaik oleh Allah SWT, aamiin.

No comments:

Post a Comment

Kerja Sambilan di Jerman (Part II): Kerja (Sebagian Gelap) di Sembilan Tempat yang Berbeda

Bulan-bulan pertama setelah aku keluar dari rumah Gastfamilie  merupakan bulan-bulan yang sulit banget buat aku. Gak hanya dari segi keuanga...