Sunday 4 March 2012

Bahasa Sunda Merupakan Bahasa yang Barbar?

 hirup hurip, silih asih silih asah silih asuh, cageur bageur bener pinter singer, teuneung ludeung, waras, sineger tengah


Pernah suatu hari saya berbicara di telepon dengan orang tua saya menggunakan bahasa sunda. Saat itu, kebetulan ada teman kuliah yang sedang terdampar di kosan saya. Setelah selesai menelepon, teman kuliah saya tanya “Kamu pake bahasa Sunda ngobrol sama orang tua?”, saya jawab “Ya he’eh lah, make bahasa naon deui*?”. Sontak teman saya langsung menyatakan ketidaksukaannya terhadap bahasa Sunda yang menurutnya amat sangat kasar dan terdengar barbarIh, geuleuh banget, aku ga suka denger bahasa Sunda, kasar dan kedengernya ga terpelajar banget”. Sadar atau ga, kata-kata geuleuh hanya ada dalam bahasa Sunda!!! :D
Penasaran saya tanya “Emang kamu teh orang mana? Meuni sakituna...*”. “Sukabumi, kenapa emang?”.

Terdengar ironi memang saat urang Sunda merasa malu dengan identitasnya sendiri. “Aku langsung ngebentak si mamah kalo dia ngomong pake bahasa Sunda. Apaan sih malu-maluin banget!!!” sambung teman saya sejurus kemudian, dan lagi-lagi kata mamah itu panggilan untuk ibu dalam bahasa Sunda. Blooper nih dua kali, ga suka bahasa Sunda tapi ko ya di pake??? Lalu saya tanya “Emang bahasa Sunda kasar belah mana na*?”. “Ya itu, orang suka nyebut maneh, urang, dan lain-lain, itu kan ga sopan banget”.

Saya benar-benar merasa kasihan terhadap teman saya dan saya yakin yang memiliki pandangan seperti itu tidak sedikit, I really feel sorry for them. Disaat orang-orang Indonesia berlomba-lomba untuk menguasai bahasa asing seperti bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Belanda dan lain-lain, orang Belanda dengan gencarnya mengumpulkan dan menelaah sastra Jawa dan Sunda. Ketika remaja-remaja Indonesia sibuk menghapal lagu-lagu dan bahasa Korea, belajar shuffle dance, bergaya seperti emo, rasta, punk dan lain-lain, mahasiswa-mahasiwa asing justru sibuk membatik, degung bahkan jaipongan.

Saya merasa terpukul sekali bila mendengar ada seseorang yang ingin memperdalam bahasa dan sastra Sunda, harus pergi ke Universitas Leiden di Belanda yang bahkan tidak satu daratan dengan tatar Sunda. Mengapa hal menyedihkan seperti itu sampai bisa terjadi?

Sebagai orang Sunda, saya langsung melakukan klarifikasi bahwa bahasa Sunda tidak memalukan apalagi barbar. Kata-kata seperti maneh, urang dan lain sebagainya itu merupakan bagian dari undak usuk basa dan termasuk ke dalam bahasa loma. Bahasa loma yaitu bahasa yang digunakan kepada seseorang yang sebaya dengan penutur. Sama seperti aku, kamu, gue dan elo yang serig digunakan apabila seseorang sedang berbicara dengan sebayanya, tidak asik bukan jika berbicara denga teman menggunakan kata ganti Anda?

Bahasa Sunda merupakan bahasa terapik yang saya ketahui karena mempunyai undak usuk basa yang mengatur penggunaan kata ganti dan bahasa yang harus digunakan apabila berbicara dengan orang tua atau orang yang dihormati; dengan teman sebaya bahkan dengan seseorang yang lebih muda. Mungkin hampir sama seperti bahasa Jepang yang memiliki kata ganti seperti itu, seperti watashi untuk saya secara general, boku untuk saya (laki-laki), ore untuk saya yang konteksnya kasar. Bahkan dalam bahasa Jerman ada kata ganti yang ditujukan untuk orang yang dihormati seperti Sie (Anda), Ihnen (kepunyaan Anda) tapi tidak ada kata ganti yang ditujukan untuk seseorang yang lebih muda seperti yang terdapat dalam undak usuk basa Bahasa Sunda. Sungguh kompleks bukan bahasa Sunda itu?

Berbanggalah seseorang yang masih mengetahui dan menguasai bahasa Sunda yang baik dan benar, karena bila bukan saya, kamu dan kalian semua, siapa lagi yang akan menjaga warisan nusantara? Jangan seperti yang sudah-sudah, baru dijaga, diakui dan dibangga-banggakan setelah di klaim oleh pihak asing :p


Keterangan:
Ya he’eh lah, make bahasa naon deui? : Ya iya lah, pake bahasa apa lagi?
Geuleuh : tidak suka
Meuni sakituna : segitunya/gitu banget...
Maneh : kamu (sebaya)
Urang : saya (sebaya)

Kerja Sambilan di Jerman (Part II): Kerja (Sebagian Gelap) di Sembilan Tempat yang Berbeda

Bulan-bulan pertama setelah aku keluar dari rumah Gastfamilie  merupakan bulan-bulan yang sulit banget buat aku. Gak hanya dari segi keuanga...